Newest Post
// Posted by :Unknown
// On :Senin, 19 Mei 2014
“ Aku tak ingin menjadi seperti seekor Burung Elang yang kuat
perkasa ataupun kupu-kupu yang cantik. Aku hanya ingin menjadi diriku sendiri.”
Kulihat
kau sedang duduk memeluk lutut di sana, di sebuah gazebo di pantai itu,
mengamati ombak yang datang menyapu pantai. Terbayang di benakku untuk
mendekatimu dan berbincang-bincang denganmu. Namun sebelum aku sempat
mendekatimu, gadis itu datang, mengambil
jalanku untuk mendekatimu. Aku mengejarnya, berusaha lebih dahulu
menyongsongmu. “Calvin!” teriak gadis itu. Rambut hitam lurusnya tertiup angin
dengan indahnya. Aku menghentikan langkahku saat kau menoleh ke arah kami. Rasa
sakit timbul di dada saat gadis itu mendekatimu, tersenyum ke arahmu. Sebuah
memori yang sudah lama ingin kulupakan sejak saat itu. Hanya umpatan-unpatan
yang tak tega keluar dari mulutku.
“Hahaha,
aku sungguh tak pernah melihatnya sebahagia itu,” kataku menghibur diri sambil
mendekati Calvin dan kekasihnya, Stella. “Hey, Nelia,” sapa Calvin yang sedang
memeluk kekasihnya. “Omong-omong, aku mau menyiapkan makan malam dulu ya,”
kataku sembari pergi meninggalkan mereka. Aku tak bodoh, oleh karena itu aku
tahu apa yang kurasakan saat ini. Namun aku tak mau mengakuinya.
Malam
itu kami memasak babeque untuk makan malam. Kami sesungguhnya sedang menikmati
liburan musim panas kami di salah satu pantai terdekat, menginap di sebuah
resort sederhana di pinggiran pantai. Tentu, hanya ada lima orang di antara
kami, aku, Calvin, Stella, Revi, dan Afika. Kami memang sering melakukan ini
sejak masuk SMA. Hari telah makin larut, kami berenam memasuki kamar
masing-masing dan mulai tertidur nyenyak.
Mentari
pagi yang ingin menyambutku gagal, didahului oleh Afika yang menggebyor air ke
atas mukaku. “Afika!?” teriakku. “Ups, maaf..hehehe,” katanya polos.
“omong-omong, Nelia..bagaimana perkembanganmu dengan Calvin?” tanyanya lagi.
Jujur, aku tidak ingin mengakui hal ini. Bodohnya aku menyukai seseorang yang
sudah memiliki orang lain di hatinya. Aku sempat bertanya kenapa aku tidak
menyukai orang yang juga menyukaiku, Revi? “umm..sudahlah, aku tidak menyukai
Calvin,” kataku. “Ayolah, aku tahu kau masih mengharapkannya. Kau tahu, tidak
ada salahnya kau menyukai orang,” kata Afika lagi. “Tapi..Stella,” gumamku.
“Meski dia sudah menyukai orang lain. Kau tahu, suatu saat keberuntungan
hidupmu akan datang,” lanjut Afika tak menghiraukan gumamanku.
Siang
itu, kami melanjutkan liburan kami, sesekali aku melirik ke arah Calvin yang
selalu bersama-sama dengan Stella. Meski mulutku mengakui aku tak menyukainya,
namun dia terlihat seperti benda yang kusuka yang akan kulirik tiap saat ada
kesempatan. “Nelia, mau main voli?” tanya Revi. “Tapi..yang lain mana?”
tanyaku. “Iya, tunggu saja dulu. Omong-omong bisa antarkan aku ke super market
di sana? Aku mau membeli minuman,” pintanya. “baiklah,” kataku menyetujui. Kami
sudah beberapa meter dari pantai, namun bukan super market yang kutemui, sebuah
tebing yang indah. Revi membalikkan badan dan mengatakan sesuatu padaku,
“Nelia..sebenarnya, aku telah
menyukaimu sejak lama”
“eh?”
“jadi, apa kau juga merasakan hal
yang sama terhadapku?”
“Aku..aku tak tahu”
Revi terdiam sejenak. Sepertinya ia berpikir. Aku tentunya
hanya diam saja, kemudian, mulutku mengeluarkan kata-kata yang sebenarnya tak
ingin kuucapkan. “Sesungguhnya..aku menyukai orang lain.” Revi tersentak kaget.
“Siapa?” tanyanya. “Aku..aku tak menyukai siapapun,” kataku setelah tersadar
kemudian menutup mulutku. Maaf, maafkan aku. Aku tak bisa mengakuinya. Aku tak
ingin menyakiti temanku sendiri. Tidak Calvin maupun Stella. Aku akan
melepaskannya meski aku ingin menjadi diriku sendiri.
- Back to Home »
- Konten Tambahan , Life's Fortune , Ongoing , Original Character , Story »
- Life’s Fortune
Posting Komentar