Purple Bobblehead Bunny 2014 ~ Transient Piece of Life ~: 2014

Newest Post

Archive for 2014

I still remember when I and Nana covered our first song.. Kokoro no Inryoku from ClariS..ha,it's my favorite since we got a better recorder :p but it's only vocal recording.. Here it is.. Kokoro no Inryoku by MiNa

First recording

Senin, 01 Desember 2014
Posted by Unknown
Tag :, Tag :, Tag :
Nee..I just feel bored right now and I don't know what to do *think,think* Since my dear friend, Nana is busy with her competition, so I decided to record this myself. Here's a song that I covered AKB48 *again* Shonichi. Oh, anyway..if you have any recommendation, please help us and tell us what song it is. Thanks ^^












Oh, anyway..today's my birthday! yay! I got some dolls for my birthday :p


And..aku juga butuh inspirasi buat cerpen baru,,HELP!~I need some inspirations for my new short story

Record?

Minggu, 30 November 2014
Posted by Unknown
Tag :, Tag :, Tag :


Hey! I'm Michi, member of MiNa, the owner of this blog. Anyway, I've tried to cover "solo". I sang Tenshi no Shippo by AKB48. Hahaha, I start to like AKB48 lately. Wanna hear it? it's here..on SoundCloud and on 4shared ^^ enjoy~!

Michi (MiNa)

Sabtu, 22 November 2014
Posted by Unknown



                Kasih itu menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, memaafkan setiap kesalahan, dan sabar menanggung segala sesuatu. Di satu titik, aku ingin menjadi seperti kasih, seperti kasih yang sejati. Namun perasaan manusia ini selalu dipenuhi dengan iri, dengki. Aku tak bisa mengontrol segalanya. Ingatanku seakan tak terarah, aku sadar namun tak sadar. Sebuah kesadaran semu yang ada di depan mata. Suatu saat ketika aku benar-benar menyadarinya, aku akan merasa sangat menyesal padanya. Apakah aku kesalahan di balik semua ini? Ataukah itu memang dia?
                Pagi itu benar-benar tak pernah kuduga, simfoni bunga sakura mengalun indah bersama dengan berhembusnya angin. Pagi yang cerah, awal musim semi di kotaku. Sungguh cerah, namun tak secerah hatiku. Kau bisa menilaiku sebagai gadis yang ceria, namun jangan coba kau intip ke dalam. Kau akan menemukan hal yang seharusnya tak di sana. Mungkin sebagian telah menjadi mozaik beku dan cangkang telur yang keras, mungkin sebagian lainnya telah meleleh. Di balik topeng ceria yang selalu menghiburmu, sebuah tangisan keras meluncat keluar dari bibirku.
                Siang itu juga indah, siang saat matahari menyilaukan mataku di musim panas. Sebuah bunga senyuman juga mekar di mulutku, namun aku telah mengalahkan air hujan dengan air mataku hingga aku tak bisa menangis lagi. Terkadang aku bertanya, kapankah aku bisa bangkit? Sekali kala aku mempercayainya segenap hatiku, sekali ia menghianatiku dan begitu seterusnya. Kucoba tutupi perasaan sedihku ini di hadapannya, berusaha tak berburuk sangka saat melihatnya berlarian di tepi pantai.
                Sore itu sangat menawan, daun-daun berguguran menemani senja di tepi danau. Cahaya kuning mentari yang hangat menyiram tubuhku. Akankah aku juga bercahaya dan menghangatkan seperti itu? Kata-kata maafmu masih berdengung di telingaku dan sekali lagi aku memaafkannya. Kapankah aku berdamai dengan hatiku? Aku selalu berharap, tak peduli meski itu harapan palsu. Saat aku sendiri, aku selalu menangis. Mengingat apa yang terjadi hari ini, aku mulai membenci diriku.
                Malam itu tenang, bintang-bintang salju berkilauan berjatuhan di depan jendelaku, mengintip bagian mozaik di dalam hatiku. Bahkan mozaikku lebih beku dari bintang salju itu. Apa yang terjadi padaku? Aku terlalu lama memendam rasa ini hingga jam di dalam diriku berhenti, meninggalkan sebuah mozaik beku. Aku telah bersabar dalam empat musim ini dan akahkah aku terus begini?

                Angin meniup rambutku lembut, membiarkan air mataku mengering. Dia, apakah dia tetap di sini? Kurasa ya, tapi dia juga memasuki level baru dimana aku tak bisa mengejarnya. Mungkin aku akan tetap berada di dalam dunia empat musim ini, dimana lingkaran itu akan terulang lagi. Aku memegang harapan ini, berharap janjinya dulu tersampaikan. Oh, datanglah padaku janji yang membosankan.

Feel for You

Posted by Unknown
Hey hey hey..we, MiNa have covered another song..Kono Namida wo Kimi ni Sasagu by No Name..uwahahaha..I'm so excited with this >.< wanna see? Click here!

MiNa 2nd Recording

Posted by Unknown
Hey! I just started my "covering songs" activity with my friend, Nana. We both covering japanese song. Unfortunately one of our cover song isn't able to be uploaded so... Yeah, we just uploaded the other one. Hehe..wanna check it out? Okay, here's the profile of MiNa! Enjoy ;) and here's the 4shared link..

MiNa

Senin, 17 November 2014
Posted by Unknown
Halo, kami dari Neko Nyaa Shop kini menyediakan penyewaan baju cosplay. Kami juga melayani pembelian pre-order baju serta aksesoris cosplay di daerah Malang.
Page kami dan twitter kami =^w^=

Neko Nyaa Shop

Selasa, 26 Agustus 2014
Posted by Unknown
Tag :, Tag :

“Akankah suatu saat aku berubah?”

                “Tak menyukai siapapun?” tanya Revi meyakinkan. “Ya, tak siapapun,” kataku masih berbohong. Kata-kata di dalam hatiku sudah menari-nari, memaksaku mengakui perasaan ini. Tidak, aku belum bisa. “Jadi, maukah kau..menjadi kekasihku?” tanya Revi mengagetkanku.
“A-apa?”
“Kau masih tak mengerti? Maukah kau menjadi kekasihku?”
“Mmm..aku..tapi aku belum ingin..”
“Nelia. Kumohon..”
Aku sudah berjanji dulu, aku tak akan menerima siapapun sebelum Calvin benar-benar bisa kulepas. Tapi, apa sekarang sudah saatnya? Jika ya, kenapa aku masih merasa sakit saat aku melihatnya dengan Stella? “Maaf, Revi. Aku belum bisa,” kataku. “Tapi..” – “Aku akan memberitahumu jika aku siap,” kataku tersenyum sembari meninggalkannya. Kulihat juga Revi tersenyum padaku, melihat harapan rahasia yang entah kapan datangnya.
                Aku berlari kembali menuju pantai. Kulihat Afika, Stella dan Calvin melambai ke arahku, memanggilku untuk mendekat. “Hey, dimana Revi?” tanya Calvin. “Dia? Oh, dia tadi ke super market membeli minuman,” kataku. Sakit..meski aku hanya melihat Calvin dan Stella duduk bersebelahan sambil bercakap-cakap satu sama lain, tapi perasaan ini selalu menekanku. “Nelia, bisa antarkan aku sebentar?” tanya Stella. “Oh, tentu,” jawabku. Kami berjalan menjauhi Afika dan Calvin, sepertinya menuju ke kamar mandi. Sesampainya di sana, Stella langsung menarikku ke sudut tembok. “Apa yang kau inginkan?” tanyanya tiba-tiba. “A-apa maksudmu?” tanyaku tergagap.
“Apa maksudku? Kenapa kau selalu mengamati Calvin? Kau tahu, dia merasa terganggu!”
“Aku tidak bermaksud seperti itu. Aku tak pernah bermaksud mengamatinya”
“Terserah, ada hal yang bisa kau lakukan”
“…”
“Jauhi Calvin, jauhi kehidupan kami”
Jauhi Calvin? Apa aku bisa? Stella terlihat meninggalkanku sendirian. Aku terjatuh lemas di lantai. Kata-katanya masih menggema di telingaku. “Jauhi Calvin,” tapi apa aku bisa?
                Mentari sore terbenam, meninggalkan sakit hati yang mendalam. Kutatap langit malam, senandung nada semu yang keluar dari mulutku membuatku semakin ingin menangis. “Nelia? Kau menangis?” tanya Calvin. Aku melihat ke arahnya sejenak, teringat oleh permintaan Stella. Aku berlari secepat mungkin, meninggalkannya sendirian. Bodoh! Kenapa aku malah ingin bersamanya? Kuhentikan langkahku. Aku sendiri sekarang. Di seberang, kulihat Afika menatap ke arahku. Aku menyongsongnya, memeluknya dan menangis di pundaknya. “Afika..” kataku sambil menangis. “Ada apa?” tanyanya bingung. “Stella..dia..dia..” aku tak sanggup mengatakannya, sakit hati yang dalam membuatku hanya bisa menangis. “Nelia?” suara Calvin terdengar di telingaku, aku menoleh ke belakang, kulihat Calvin berdiri bingung menatapku. Aku berusaha berlari, namun Afika menahanku. Memang, hanya menangis yang bisa kulakukan. “Nelia? Apa kau baik-baik saja?” tanya Calvin. Aku hanya diam saja. “Ada sedikit masalah. Tapi, semua akan baik-baik saja kok,” jawab Afika sambil menuntuknku ke kamar.
                Sesampainya di kamar, aku langsung menjadi. Tangaisan sudah tak bisa kubendung. “Afika..hiks..Stella..Stella,” aku tak bisa melanjutkan kata-kataku. “Sudahlah, Nelia,” hibur Afika sambil memeluku. Lumayan lama aku menangis dan sekarang akhirnya aku bisa mengentikan tangisanku. “Apa kau menu bercerita sekarang?” tanya Afika. Aku mengangguk. “Stella..Stella menyuruhku untuk menjauhi Calvin juga dirinya,” jelasku. Afika terdiam. Mungkin dia tahu perasaan Stella, bukan, aku juga tahu. Dia pasti tak ingin Calvin terlepas darinya.
                Malam itu aku tertidur di kamar Afika. Pikiranku masih tak tenang. Teringat semua kenangan menyakitkan di balik cahaya. Berteriak tentang masa lalu dari kejauhan. Mengapa aku masih mencoba menyayangi seseorang yang menyakitiku? Jam di dalam diriku telah berhenti sejak saar itu. Menghentikan perasaan di dalam diriku. Aku tak akan berubah.
Pagi itu aku sangat tak bersemangat, masih berusaha menghindari kedua Calvin dan Stella.  Sungguh menyakitkan ketika melihat mereka berdua dimana aku tak dapat mendekati mereka. Suaraku semakin semu, ditiup angin menjauh. Dilupakan oleh temanku sendiri. Aku berbalik dan menutupi telingaku, melupakan segala kesedihan itu.
                “Nelia, kereta pulang akan datang pukul 12.00 nanti, kita harus bersiap-siap,” kata Afika. “Ya,” hanya itu yang kuucapkan sambil memasukkan barang-barangku ke dalam koper. Di kereta, aku duduk bersama dengan Revi, di hadapanku ada Calvin dan Stella. “Aku mau ke toilet dulu,” kata Stella mengajak Afika untuk mengantarnya, menyisakan tiga orang, aku, Calvin dan Revi. Aku menatap ke luar jendela. Lautan biru terlihat luas, ombak datang menyapu pantai, mengingatkanku akan perkataan Stella di pantai itu. “Nelia? Kau menangis?” tanya Revi dan Calvin. “Ah, tidak. Hehehe,” jawabku sambil menghapus air mata yang tak sadar sudah menuruni pipiku. “Tidak, kau menangis,” kata Revi. Tidak, aku tidak apa-apa. “Sudahlah, jangan sok kuat, ada apa?” tanya Calvin. “jangan memutuskan aku lemah karena aku menangis,” gumamku, kemudian pergi menuju ke toilet. Aku menangis di dalam toilet kecil itu. Tak sanggup lagi menahan air mataku. Aku benar-benar cengeng. Aku tak bisa melepaskan Calvin meskipun tetap menyukainya juga menyakitiku. “Apa yang harus kulakukan?” gumamku.

Life’s Fortune (Pt. 2)

Rabu, 28 Mei 2014
Posted by Unknown


“ Aku tak ingin menjadi seperti seekor Burung Elang yang kuat perkasa ataupun kupu-kupu yang cantik. Aku hanya ingin menjadi diriku sendiri.”

                Kulihat kau sedang duduk memeluk lutut di sana, di sebuah gazebo di pantai itu, mengamati ombak yang datang menyapu pantai. Terbayang di benakku untuk mendekatimu dan berbincang-bincang denganmu. Namun sebelum aku sempat mendekatimu,  gadis itu datang, mengambil jalanku untuk mendekatimu. Aku mengejarnya, berusaha lebih dahulu menyongsongmu. “Calvin!” teriak gadis itu. Rambut hitam lurusnya tertiup angin dengan indahnya. Aku menghentikan langkahku saat kau menoleh ke arah kami. Rasa sakit timbul di dada saat gadis itu mendekatimu, tersenyum ke arahmu. Sebuah memori yang sudah lama ingin kulupakan sejak saat itu. Hanya umpatan-unpatan yang tak tega keluar dari mulutku.
                “Hahaha, aku sungguh tak pernah melihatnya sebahagia itu,” kataku menghibur diri sambil mendekati Calvin dan kekasihnya, Stella. “Hey, Nelia,” sapa Calvin yang sedang memeluk kekasihnya. “Omong-omong, aku mau menyiapkan makan malam dulu ya,” kataku sembari pergi meninggalkan mereka. Aku tak bodoh, oleh karena itu aku tahu apa yang kurasakan saat ini. Namun aku tak mau mengakuinya.
                Malam itu kami memasak babeque untuk makan malam. Kami sesungguhnya sedang menikmati liburan musim panas kami di salah satu pantai terdekat, menginap di sebuah resort sederhana di pinggiran pantai. Tentu, hanya ada lima orang di antara kami, aku, Calvin, Stella, Revi, dan Afika. Kami memang sering melakukan ini sejak masuk SMA. Hari telah makin larut, kami berenam memasuki kamar masing-masing dan mulai tertidur nyenyak.
                Mentari pagi yang ingin menyambutku gagal, didahului oleh Afika yang menggebyor air ke atas mukaku. “Afika!?” teriakku. “Ups, maaf..hehehe,” katanya polos. “omong-omong, Nelia..bagaimana perkembanganmu dengan Calvin?” tanyanya lagi. Jujur, aku tidak ingin mengakui hal ini. Bodohnya aku menyukai seseorang yang sudah memiliki orang lain di hatinya. Aku sempat bertanya kenapa aku tidak menyukai orang yang juga menyukaiku, Revi? “umm..sudahlah, aku tidak menyukai Calvin,” kataku. “Ayolah, aku tahu kau masih mengharapkannya. Kau tahu, tidak ada salahnya kau menyukai orang,” kata Afika lagi. “Tapi..Stella,” gumamku. “Meski dia sudah menyukai orang lain. Kau tahu, suatu saat keberuntungan hidupmu akan datang,” lanjut Afika tak menghiraukan gumamanku.
                Siang itu, kami melanjutkan liburan kami, sesekali aku melirik ke arah Calvin yang selalu bersama-sama dengan Stella. Meski mulutku mengakui aku tak menyukainya, namun dia terlihat seperti benda yang kusuka yang akan kulirik tiap saat ada kesempatan. “Nelia, mau main voli?” tanya Revi. “Tapi..yang lain mana?” tanyaku. “Iya, tunggu saja dulu. Omong-omong bisa antarkan aku ke super market di sana? Aku mau membeli minuman,” pintanya. “baiklah,” kataku menyetujui. Kami sudah beberapa meter dari pantai, namun bukan super market yang kutemui, sebuah tebing yang indah. Revi membalikkan badan dan mengatakan sesuatu padaku,
“Nelia..sebenarnya, aku telah menyukaimu sejak lama”
“eh?”
“jadi, apa kau juga merasakan hal yang sama terhadapku?”
“Aku..aku tak tahu”

Revi terdiam sejenak. Sepertinya ia berpikir. Aku tentunya hanya diam saja, kemudian, mulutku mengeluarkan kata-kata yang sebenarnya tak ingin kuucapkan. “Sesungguhnya..aku menyukai orang lain.” Revi tersentak kaget. “Siapa?” tanyanya. “Aku..aku tak menyukai siapapun,” kataku setelah tersadar kemudian menutup mulutku. Maaf, maafkan aku. Aku tak bisa mengakuinya. Aku tak ingin menyakiti temanku sendiri. Tidak Calvin maupun Stella. Aku akan melepaskannya meski aku ingin menjadi diriku sendiri.

Life’s Fortune

Senin, 19 Mei 2014
Posted by Unknown
The sun shining, some leaves from maple tree fell down.
 I looked at my way, I saw two shadows standing far from me.
I walked closer and closer and now I was infront of them.
I examined them.
I saw it, they seemed so sweet together.
But I never know why, I felt my heart beat faster, my soul burned so as my feelings.
One of that shadows who was taller asked me, “Have you know it?” then it kissed the other shadow.
My heart was always hurt everytime that shadow kissed the other one.
I answered it, “Yes, I have,” I do know what happen with both of that shadows.
I just don’t know what happen with me myself.
I looked behind, “Please, stop it!” my heart said. “It hurts,” my feeling shouted.
I couldn’t control them all, my heart, my feeling.
I just cried when I saw them, louder, louder. I couldn’t stand myself.
The sky became darker and now it was blured.
The black dove had come to me.
For some times, I kept myself inside.
Until I saw a light, I didn’t know where that light from.
I walked closer to that light.
I touched that light and the black got away from me.
And again now I saw a shadow, it was the same shadow, the taller one.
I saw that shadow opened it arms for me, wanting to hug me.
My feelings was happy.
I ran toward it I reached its hand, I felt its warmth.
I felt like I could fly, I was happy, yes I was.
But my feelings and heart were always confusing.

I didn’t want to understand them, let it be the secret of my life.

The Shadows

Jumat, 21 Maret 2014
Posted by Unknown
           
  Tetesan air hujan membasahi pipiku. Aku menatap kembali ke langit yang menangis. Tetesan demi tetesan terus berjatuhan, namun aku tak menghiraukannya. Aku tetap berjalan terus dan terus. Terkadang, aku juga berpikir apakan hidupku akan berubah?
                “Bisakah kau mendengarku?” tiba-tiba aku mendengar sebuah suara. Namun awalnya aku hanya menghiraukannya, lalu suara itu terdengar lagi, kini lebih dekat dan lebih jelas, “Bisakah kau mendengarku?”
“Siapa kau?”
“Kakak”
“Siapa kau? keluarlah”
“おねえーちゃん”[Onee-chan (kakak) ]
Aku tersentak kaget. Seorang anak kecil berdiri di depanku. Dia tersenyum aneh, wajahnya pucat dan dia membawa sebuah teddy bear. Dia melangkah menghampiriku lebih dekat dan mengulurkan tangannya, memberikan boneka itu padaku. Entah apa yang terjadi, aku menerima boneka itu. Anak kecil itupun tertawa senang dan berlar meninggalkanku. Akhirnya aku memutuskan untuk membawa boneka itu pulang.
                Malam hari mulai turun dan bulan mulai meninggi. Malam itu aku merasa taknyenyak dalam tidur, sampai pada pukul 03.04 dini hari, aku terbangun. Boneka teddy bear yang awalanya kutaruh di sebelahku menghilang. Aku turun dari tempat tidur, bermaksud untuk mencarinya, namun nihil. Aku tak menemukannya di mana-mana. Tiba-tiba, aku mendengar suara seorang anak kecil lagi. Dia menggunakan bahasa Jepang.
“おねえーちゃん。これが私。おねえーちゃん。身ってください。これが私。大ジョブです”
[“onee-chan. Kore ga watashi. Onee-chan. Mitte kudasai. Kore ga watashi. Daijobu desu” (“kakak. Ini aku. Kakak. Lihatlah. Ini aku. Jangan khawatir.)]
“Hentikan!”
Aku berteriak. Suara anak kecil itu berhenti. Namun hal aneh mulai terjadi. Di seuah sudut kamarku aku melihat sosok tubuh anak kecil mulai mendekat.
“おねえーちゃん?”
“Pergi! Apa yang kau inginkan?”
“Kakak. Ikutlah denganku,” kata gadis itu tersenyum aneh. Aku memberanikan diri untuk mendekatinya. Sekali lagi gadis itu tertawa dan dia muli meloncat keluar jendela. “Hey!” aku berteriak. Bagaimana mungkin seorang anak kecil meloncat keluar jendela seperti itu. Ia tak mungkin hidup, apalagi ini jendela lantai dua. Aku melihat ke bawah jendela. Anak kecil itu tak ada. Aku hanya berpikir kemana dia pergi. Belum sempat aku membalik badan, anak kecil itu sudah berdiri di belakangku dan selanjutnya mendorongku ke bawah. Aku hanya bisa melihat ke jendela di tempat gadis itu memperlihatkan wajah dan senyumnya, hal lain yang kulihat adalah gadis itu menjatuhkan sebuah batu yang lumayan besar ke arahku bersamaan dengan teddy bearnya dan semua berubah menjadi hitam.
                “Kapan di akan terbangun?” – “diamlah!” – “Makhluk itu benar-benar membuat masalah” – “Diamlah!” –“baik,baik..tak perlu menyentak,” aku mendengar dua orang sedang berbicara. Cahaya remang-remang memasuki mataku dan aku mulai melihat sosok-sosok yang sedang berbicara. Kini aku benar-benar membuka mataku. “Hey,hey dia telah bangun! Lihat, dia sudah bangun!” – “Ya, ya. Terserah kau saja,” dan seseorang dari mereka berdua cemberut. “Umm... Siapa kalian?” tanyaku. “Kami? Oh maksudmu aku? Aku adalah seorang aktris yang akan memenuhi dunia dengan wajah cantikku! Dunia adalah panggung pertunjukan!!” Aku melihatnya dengan ekspresi bingung.
 “Permisi, abaikan saja dia. Perkenalkan, aku Carmellos Wintersmith. Kami kemari untuk mengantarmu ke dunia Afterlife”
“Aftelife? Maksudmu?”
“Hantu itu telah membunuhmu”
“Hantu?”
“Ya. Yui, begitu kami menyebutnya. Dia sangat pintar mengatur strategi untuk membunuh manusia”
“Apa? Maksudmu anak kecil itu?”
“Ya, begitulah. Baiklah, ayo naik ke kapal dan kita berangkat! Dunia telah menungguku~” kata seorang yang lain sambil mengibaskan rambut merah panjangnya. Aku hanya diam dan mengikuti perinthnya.
                Kami bertiga sudah lama menaiki kapal itu dan telah mendengar semua celotehan pria umm.. wanita? Atau apa lah jenis kelaminnya itu. Namun, jujur saja, aku belum mengetahui nama orang berkepala merah itu. “Umm..maaf, tapi bolehkah aku bertanya? Apa kalian? Maksudku apa kalian juga hantu seperti Yui atau..” – “Oh, nona.. Kami adalah malaikat kematian. Kami akan menjemputmu ke dunia Afterlife saat kau mati~” Kata orang berkepala merah itu. “Destin, kumohon hentikan,” kata Carmellos. Destin? Kurasa itu namanya. Beberapa jam mungkin telah berlalu dan aku mulai melihat daratan. “Kita akan sampai,” kata Carmellos. Kami pun berlabuh di salah satu pinggiran danau di pulau kaki gunung itu. Kabut tebal menutupi permukaan danau. “Ikuti aku,” kata Carmellos. Aku tak berkata sedikitpun, hanya mengikuti langkahnya.
                Kami telah berjalan cukup jauh hingga mencapai sebuah bangunan gedung yang terlihat tua dengan lampu-lampu berwarna kuning di sekitarnya. “Tempat apa ini?” tanyaku. “The God of Death’s Office.” Jawab Carmellos. “maksudnya?” – “Oh, nona..setiap orang yang dikirim ke tempat ini akan diseleksi untuk masuk ke dunia Afterlife~” jawab Destin.  “maksudmu kita belum berada di dunia afterlife?” – “Ah..kau harus bersabar, nona. Semua ada wakrunya~” lanjut Destin. “Diamlah kalian,” kata Carmellos. Serentak kami berduapun diam.
                “Apa kalian telah membawanya?” tanya seseorang dari ruangan di seberang kami. “Ya. Dia di sini.” Seketika itu juga, seseorang keluar dari ruangan itu. Ia mengenakan baju seba hitam. “Ah..Reiko Nocrabell. Bagaimana? Apa kau suka tempat ini?” tanya orang misterius itu. “Oh..uh..ya. Bagaimana anda bisa mengetahui namaku?” – “Reiko, Reiko kecil..kami adalah malaikat kematian. Bagaimana kami bisa tidak mengetahui namamu?” tanya orang itu balik.
“Uh..jadi..”
“Jadi, mari kita selesaikan ini. Yui membunuhmu? Oh, kau sudah menjadi korban yang kesekian. Kami, khususnya aku akan menanyaimu beberapa pertanyaan.”
“Tunggu! Aku punya satu pertanyaan,”
“Baiklah”
“Ada beberapa hal yang belum kuselesaikan”
“Maksudmu?”
“Ya..kau tahu?Seperti sebuah cita-cita? Balas dendam? Atau semacamnya?”
“Biar kuberitahu, kau bisa melakukan itu semua. Tapi kau tidak akan kembali ke sana dengan tubuhmu”
“Maksudmu?”
“Kau akan menjadi hantu”
“T-tapi..aku aku belum siap dengan dunia Afterlife dan segalanya itu.”
“Itu bukan masalah kami”
“Tak bisakah kau melakukan sesuatu?”
“Tidak”
“Kumohon. Bantulah aku. Aku belum ingin mati. Aku akan melakukan apapun”
“Tidak bisa”
“Ayolah. Apa kau ingin imbalan? Sebutkan saja!”
“Imbalan tak ada gunanya bagi malaikat kematian seperti kami”
“Kumohon..”
Pria misterius itu diam sejenak, aku tak berhenti menatapnya. Akhirnya dia memutuskan; “Ada sebuah cara agar kau dapat kembali ke tubuh lamamu. Pergilah ke kota di seberang pulau ini. Temui orang yang bernama Van Hellen dan dia akan membantumu” – “Terimakasih,” jawabku dengan suara riang. “Tapi..” lanjutnya. “jangan sampai dia berhasil menjebakmu atau menaklukanmu” –“maksudmu?” – “kau akan mengerti, Reiko. Secepatnya. Lebih baik kau menyusun strategi untuk itu.” Aku diam memikirkan kata-kata orang misterius itu yang kini telah pergi ke balik ruangan itu lagi. “Kenapa kita tak berangkat?” tanya Destin. Dengan ketdakpastian, aku menganggukkan kepalaku.
                Beberapa jam mungkin telah berlalu. Setelah lama menaiki kapal tua itu, akhirnya kami sampai di sebuah pulau untuk dilabuhi. “Inikah tempatnya?” – “Hmm..kurasa iya~” jawab Destin. “Ayolah kalian. Cepat! Aku masih mempunyai pekerjaan lain,” kata Carmellos yang sudah berjalan lebih dulu. “Hey, Carmellos? Apa kau pernah ke tempat ini?” – “ya. Beberapa waktu lalu ada juga arwah yang masih ingin kembali ke tubuhnya” – “Lalu apa yang terjadi padanya?” – “Dia tertransfer ke dimensi lain” – “Bagaimna bisa?” – “itulah kenapa kita harus bisa menaklukkan pikirannya,” aku hanya diam. Bagaimana aku bisa menaklukkan pikrannya? Aku bahkan tak tau bagaimana Van Hellen. “Kita sampai,” kata Caemellos. Aku meneliti bangunan itu baik baik. Besar, kotor, tua, dan bercat hitam dari pagar sampai bangunannya. “Inikah?” tanyaku tak percaya. “Ayo masuk,” kata Carmellos mengabaikan pertanyaanku.
                Pikiranku terpaku,  Bagaimana aku bisa menaklukkan pikrannya? Aku bahkan tak tau bagaimana Van Hellen. Kakiku mulai gemetar melangkah ke rumah tua itu. Aku sampai di depan pintunya dan Destin membunyikan bel. Pintu besar itu langsung terbuka. Tanpa berkata apa-apa, Carmellos memasuki bangunan itu, diikuti dengan Destin dan aku yang terakhir. Aku melihat sosok manusia berdiri di ujung tangga mengenakan jubah hitam panjang. Aku kemudian berbisisk pada Destin, “Apa itu Van Hellen?” – “Dimana? Aku tak melihat apapun,”jawabnya. “Hati-hati. Van Hellen memiliki banyak jebakan di rumahnya. Itulah mengapa kita harus bisa mengalahkan pikiran dan menyusun strategi untuk melewatinya,” jelas Carmellos. Kata-kata Carmellos menyadarkanku bahwa yang kulihat tadi hanyalah ilusi. “Jangan dengarkan suara apapun, jangan ragu-ragu dengan langkahmu, jangan percaya pada penglihatanmu, jangan percaya pada pendengaranmu dan satu lagi yang paling penting, berhati-hatilah, jangan lengah, siapapun bisa terkirim ke dimensi lain termasuk juga kita, malaikat kematian,” jelas Carmellos. “Semua yang kita lihat di sini hanyalah ilusi. Van Hellen yang asli ada di ruangan tersembunyi,” lanjutnya.
                Beberapa menit kami berjalan, tiba-tiba terdengar suara alunan musik. “Jangan dengarkan alunan itu,” kata Carmellos. Aku langsung menutup telingaku, berusaha mengbaikan alunan itu. Sudah lama kami bertiga berjalan berkeliling di dalam rumah besar itu. Membuka tiap-tiap pintu di dinding-dinging tiap tingkatnya sampai akhirnya, kami menemukan sebuah pintu besar tersendiri di tingkat paling atas rumah itu. “Ayo masuk,” kata Carmellos. Aku dan Destin mengikutinya dari belakang.
                “Wah..wah..wah..siapa yang datang? Selamat untuk kalian,” kata seseorang setelah kami memasuki ruangan itu. “Van Hellen?” pikirku. “Benar sekali, nona,” kata orang itu tadi.
“Apa? Kau bisa membaca pikiranku?”
“Tidak. Aku hanya membaca ekspresimu. Apa yang kau inginkan?”
“Aku..aku ingin hidup kembali”
“Hidup kembali? Heheheh..menurutmu semudah itu?”
Aku hanya diam, tak tahu harus menjawab apa. Suasana menjadi hening, sampai Van Hellen berbicara lagi,”Baiklah, baiklah. Heheheh, aku akan membantumu,” – “Kau tidak akan menipuku,kan?” tanyaku. “Wah, kau memang gadis yang pintar. Aku sedang berbaik hati hari ini, jadi jangan menganggapku akan membohongimu. Heheheh.” Tentu aku tidak begitu percaya pada perkataannya, namun bagaimanapun juga aku tetap mengandalkan kemampuannya. Van Hellen berjalan mundur dan duduk di kursi besarnya, kemudian membuka sebuah buku. Angin mulai bertiup kencang seakan ingin membawaku. Pandanganku mulai kabur.
                “Reiko! Reiko! Cepatlah! Kau akan terlambat!” aku mendengar ibuku berteriak. Aku langsung membuka mataku. “Apa? Apa itu tadi mimpi? Setiap halnya terasa nyata” pikirku. Kulihat ke samping tempat tidurku, tak ada boneka teddy bear di sana. Aku cepat-cepat memeriksa ke luar jendela, namun tidak mendapati apapun. Aku makin bingung apa yang terjadi, namun biarlah bahkan pengarang cerita inipun bingung mau dibawa kemana cerita ini. :P

Back to My Body

Rabu, 19 Februari 2014
Posted by Unknown
Hey! I think it have been a while since I post my draw.. here's some of them which I decided to sell :)





Sell My Draw

Minggu, 09 Februari 2014
Posted by Unknown
Mentari bersinar menyinari
Dedaunan jatuh menari-nari
Biarkan aku tetap disini
mengabadikan semua yang telah terjadi

Hey, katakan ini bukan mimpi
Katakan kau tak akan pergi
Kau tahu, aku belum lari
Aku belum melupakan hari-hari yang terlewati

Di dalam surga musim gugur ini
Semuanya terlihat berseri
Termasuk senyumanmu yang abadi
ku tak akan pernah lupa akan hal ini

Ijinkan aku untuk tetap disini
Dimana kita dapat berbaur
Biarkan aku merasa

Puisi 5

Surga Musim Gugur

Sabtu, 11 Januari 2014
Posted by Unknown
Bisakah kau mendengarku?
Hal-hal buruk telah terjadi
Hey, naikkan kepalamu
Ikutlah dengan kami

Alunkan harmoni kebanggaan
Kita tak ingin ini hanya kenangan, bukan?
Alunkanlah nyanyian persahabatan
Biarkanlah burung-burung bernyanyian

Teman, jangan lupakan lagu ini
Alunan melodi indah merancang harmoni
Menenangkan jiwa dan hati
Jangan lupakan hari ini

Esok mungkin akan berbeda
Mungkin kita tak akan bersama
Namun, tetaplah alunkan melodi ini
Buatlah harmoni hidup kembali

Puisi 4

Harmoni

Posted by Unknown
Aku berdiri di sini
Meratapi hari-hari sepi
Tak ada yang bisa kuberi
Untuk mengganti semua ini

Kutatap langit biru
Dihiasi awan putih kelabu
Tiada angin bederu
Seperti badai telah berlalu

Di sini aku sendiri
Bersama dengan awan kelabu
Aku tak pernah mengerti
Entah kemana akan kubawa hidupku

Air mata langit biru mulai terjatuh manis
Menemaniku melupakan mimpi burukku
Hey, janganlah menangis
Temani aku dengan warna birumu

Puisi 3


Kututup kembali mataku
menginat janji-janji itu
janji yang perah kita bersama
Bukankah kau tak akan mengingkarinya?

Aku akan melupakan jurang kegelapan di antara kita
Aku akan berjalan maju menuju masa selanjutnya
kau tak perlu ragu
Aku tak akan melupakan janji itu

Aku mungkin telah berada jauh darimu
Namun aku tak akan meninggalkanmu
aku tak akan melupakan segalanya
Aku tak ingin melupakan kenangan kita

Era kita sudah akan berlalu
Aku tahu mungkin kita tak akan bersama lagi
Namun, selama suaraku masih meraihmu
Aku percaya keajaiban akan terjadi


Puisi 2

Keajaiban Janji

Posted by Unknown



Malam telah berlalu
Namun esok membawa kesedihan baru
Untukku yang dihantui masa lalu
Seperti angin badai yang menderu

Mimpiku telah tiada
Telah hancur tak bersisa
Meski dunia selalu terbuka
Namun yang kurasa hanyalah putus asa

Akankah aku menemukan mimpiku yang hilang?
Sewaktu-waktu aku merindukannya lagi
Aku hanyalah anak bebek yang sembunyi di alang-alang

Ketakutanku telah menjadi
Aku tak ingin sedih lagi
Aku tak ingin terluka lagi
Tapi,
Akankah aku berhasil menemukan mimpiku kembali?


Puisi 1

Mimpi

Jumat, 10 Januari 2014
Posted by Unknown
 Hujan putih telah kembali
Membuat sepi kenangan yang sudah terjadi
Hey, katakan jika kau merasa sepi
Katakan jika kau sendiri
Aku akan datang padamu
Meski suaraku tak dapat menjamahmu
Meski langit menjadi kelabu
Aku tetap berusaha meraihmu 

Pesan untuk Sahabat

Rabu, 08 Januari 2014
Posted by Unknown

=^w^= Sepotong Kehidupanku =^w^=

Biografi

Selasa, 07 Januari 2014
Posted by Unknown

// Copyright © 2012 ~ Transient Piece of Life ~ //Anime-Note//Powered by Blogger // Designed by Johanes Djogan //